Tasawwuf "Agama tdak bisa dikatakan sempurna kemurnianya kecuali telah terpenuhi setiap tingkatannya"


Alaa lillahi ad dinu al kholish 
الا لله الدين الخالص
Penulis : Ahmadi Profil Ahmadi
Kepala KUA Balikpapan Utara
Fasilitator Bimbingan Perkawinan Nasional

Agama tdak bisa dikatakan sempurna kemurnianya kecuali telah terpenuhi setiap tingkatannya. 

Begitupula setiap bangunan tidak akan bisa dikatakan bangunan sempurna, kecuali telah terpenuhi masing-masing komponennya,

Tingkatan beragama terbagi menjadi tiga bagian pokok penting yaitu :
1. Sesuatu yang berhubungan dengan hamba secara lahiriah
2. Sesuatu yang berhubungan dengan hamba secara bathini
3. Sesuatu yang berhubungan dengan hamba secara ruhi.

Seorang hamba jikalau melakukan ritual ibadah jasmani (badaniah) sedangkan hatinya masih lalai, maka ia masih dianggap lalai, begitupun selanjutnya jikalau hati sudah dapat khusyuk, namun ruhnya lalai dalam menjalankan ibadah, maka kembali masih dianggap lalai. 

Jadi seharusnya seorang hamba dikala melakukan ibadah hendaknya ia selalu menghadirkan Alloh SWT secara keseluruhan, jasad, hati dan ruh.

Definisi AD-DIN ( Agama)

Menurut As Shufiyyun Ulama tasawwuf, Agama (الدين : arti Hutang seakar dengan ad Dain) mereka menggambarkan Alloh SWT sebagai Ad dain ; Sang pemberi hutang, sedangkan manusia adalah al Mudayyin ; pihak yang berhutang. 

Untuk lebih jelasnya marilah kita simak sebuah cerita berikut ini.

Terdapat beberapa sahabat pernah berbincang dengan nabi Muhammad Saw, 
"Wahai nabi, ayahku adalah orang yang kaya, namun beliau mendadak meninggal sebelum beliau melaksanakan haji, bagiaman ini wahai Rasul?". 

Sahabat lain pun bertanya pula, 

"Wahai rasul ayahku juga telah wafat, namun terdapat 2 hari, dimana beliau tidak melaksanakan Shalat fardhu. Wahai Rasul bagaimana saya menyikapi hal tersebut?". 

Sahabat yang ketiga pun tidak ketinggalan bertanya kepada beliau, "wahai rasul ayahku telah meninggal dunia, namun beliau belum sempat menunaikan segala piutangnya, bagaimana ini Rasul?". 

Rasul SAW menjawab : Sahabat sahabatku, Apakah kalian tahu siapakah yang behak mewarisi harta ayah kalian yang telah meninggal dunia?. 
Mereka seraya menjawab ; tentu kami yang mewarisinya.
Rasul bertanya lagi, andai ayah kalian memiliki hutang, maka siapakah yang berkewajiban menyelesaikan segala piutangnya?. 

Kami semua wahai Rasul. 
Lalu Rasul bersabda: “Dinulloh ahaqq an yuadda” 
دين الله احق أن يؤدى
Hutang terhadap Alloh justru lebih berhak ditunaikan terlbih dahulu dari pada yang lain.

Menurut pendapat mazhab malikiyah, mereka membolehkan penanggungan terhadap segala hutang sang ayah dilakukan oleh anak-anaknya, seperti melaksanakan kewajiban yang penah ditinggalkan oleh sang ayah seperti: Shalat, puasa, zakat, Haji. 
Hal ini diperkuat hadis rasul dikala beliau enggan melaksanakan shalat mayyit, hingga segala hutang sang mayyit telah ditanggung oleh ahli warisnya.

Syari’ah dan Thariqah adalah dua perkara yang tidak dapat terpisahkan, keduanya terbang ke angkasa berkumpul dan saling menyempurnakan. Ia ibarat dua belah sayap yang saling menguatkan hingga dapat menerbangkan sang burung terbang ke angkasa luas, sang burung itu adalah tasawwuf yang merupakan sarana untuk dapat mendekatkan diri kehadiratnya yang maha tunggal.

Tidaklah mengherankan jikalau ada suatu kelompok manusia yang tidak melaksanakan keduanya secara bersamaan bahkan merkea telah mengatakan “ kamilah yang telah melaksanakan syari`at secara sempurna, karena itu kami tidak perlu lagi melaksanakan shalat pusa, zikir dan sebagainya, karena keseharian kami telah menyatu dengan apa yang dikehendaki oleh Nya.” Nauzdu billah min dzalik.

Padahal banyak sekali tuntunan al Qur`an dan hadis yang mengajarkan akan perlunya memahami tasawwuf (beribadah) dengan sempurna tanpa melalaikan satu yang penting diantara dua ; syari`ah dan thoriqoh.

- Ya ayyuha alladziina amanuu sholluu `alaihi wasallimuu tasliima….

(alloh menegaskan agar manusia banyak bershalawat kepada rasul, mengapa demikian, sehebat apakah beliau, ada apa dengan beliau, apa yang beliau lakukan selama hidupnya, perkataanya, amaliahnya, syariat beribadahnya. Pantaslah kita sebagai umat Muhammad, selalu menujunjung beliau dengan mempelajari semua amaliahnya dan mengikuti apa saja yang telah beliau ajarkan kepada para sahabat, hingga sampai kepada kita sekarang.
لقد كان فى رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر

- Laqod kaana lakum fi rosulillah uswatun hasanah liman kana yarju alloh wal yauma al akhir.

- Fasaluu ahla azd dzikri inkuntum la ta’lamuun …..
فاسئلوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

Alloh swt menjaga umat manusia dengan mengutus para rasul pada setiap umat dikala kerusakan ada dimana-mana, setelah rasul Muhammad wafat, kemudian peranan beliau beralih kepada ulama sebagai pewaris mutlak tugas risalah. Dengan kata lain seorang ulama yang benar-benar berhak mewarisi semua kemampuan yang dimiliki Rasul, haruslah dapat dilihat dengan cirri-ciri yang menempel pada diri seorang ulama, apakah mereka telah memiliki cirri-ciri yang sama, sebagaimana dimiliki oleh rasul. 

Karena sebagai analogi, seorang pewaris tentu akan memiliki harta dan kekuasaan yang sama besarnya sebagaimana yang dimiliki oleh sang ayah. Rasul adalah ibarat ayah, dan ulama adalah anak, Rasul mengetahui segala hal tentang islam, ilmu beliau tanpa batas, beliau mengetahui Alloh dengan detail, beliau tidak berguru kepada manusia, ilmu beliau adalah ilham dari Alloh, melalui jibril AS, ilmunya tidak pernah habis karena selalu di cash ; ibarat baterai cash, yang selalu menempel dengan listrik yang tidak akan habis guna. 

Itulah cirri-ciri ulama yang menggantikan posisi pengemban risalah rasul. Madad ya syekh maulana mukhtar ad dasuqi.

Banyak sekali hadist yang menerangkan bahwasannya rasul yang telah mendapat garansi masuk surga, namun amaliahnya tidak berkurang, bahkan semakin bertambah, terbukti luka memar kaki nabi karena lama ibadah malam beliau dalam melaksanakan shalat. Walau pernah dikomentari Aisyah, terkait kesungguhan Rasul dalam Ibadah padahal SDH mendapatkan jaminan ampunan  namun Jawab Rasul "Tidak kah engkau Suka, andai aku menjadi Hamba Yg pandai Bersyukur.Subhanaalloh. 
Bukankah ini bagian dari syari`at?

Syari`at adalah segala ucapan dan perbuatan rasul.

- Rasul bersabda : barang siapa mengamalkan ilmu yang telah ia ketahui, maka Alloh akan mewariskan ilmu yang belum ia ketahui sebelumnya. 
من عمل بنا علم، أورث الله علم ما لم يكن يعلم

man amila bima alima, awrotsa allohu ilma ma lam yakun ya’lam. 

Lafazd amila dalam hadist adalah artikulasi dari makna thoriqoh (jalan, tatacara), 
sedangkan kata ilmu adalah manifestasi dari pengertian syari’ah, dan terakhir ilmu ma lam yakun ya’lam, adalah hakikat ”buah” dari sebuah perjalanan awal kemudian dikuti dengan bagaimana menggunakan jalan tersebut hingga pada akhirnya akan sampai kepada suatu tujuan dari sebuah akhir perjalanan.

- Alloh berfirman : 
إتقوا الله ويعلمكم الله

ittaquu alloha wa yu’allimukum allohu
Bertakwalah kalian, Alloh akan mengajarkan kalian.


Diceeritakan sayyid Muhammad al bakri, beliau adalah seorang syaikh al azhar (pemimpin tertinggi ulama Al Azhar Mesir) pada waktu itu, yang sekaligus seorang mufti dan imam besar masjid sayyidina husain yang terletak tepat berhadapan dengan masjid al azhar (sekarang). 
Beliau juga seorang sufi ahli thoriqoh, beliau meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Mustafa al bakry, setelah sepeninggal sang ayah, Mustafa kecil dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari bermain layaknya seorang bocah, namun pada suatu ketika sang ibu berkata kepadanya ;

“ wahai anakku, ayahmu adalah seorang ulama besar yang alim, beliau adalah panutan ummat, anakku Mustafa, bisakah engkau mengikuti dan mejadi seperti beliau, dan meninggalkan aktifitas bermainmu wahai anakku?.”

“kemudian Mustafa kecilpun segera masuk rumah, bergegas mengenakan baju kebesaran sang ayah, layaknya seorang ulama besar, lantas pergi menuju ruang khudaiwy, yang telah dipenuhi sekumpulan pembesar ulama pada waktu itu. 

Tentu saja dengan melihat kedatangana sang bocah dengan mengenakan baju kebesaran sang syekh, seluruh pandangan tertuju kepada Mustafa kecil, seraya mengingat memori sang syekh dikala masih hidup, lalu mereka pun menangis tersedu-sedu, haru dan sedih akan nasib yang ditimpa oleh Mustafa kecil.

“Lalu merekapun bertanya kepadanya ; wahai anakku, apa sebab yang telah membawamu hingga engkau datang kemari?”

“Mustafa menjawab : wahai paman, saya mendengar bahwa kalian berkumpul di tempat ini ingin membahas tentang kelanjutan tugas-tugas ayahku yang belum terselesaikan, benarkan demikian wahai paman?”

“benar wahai anakku “ jawab mereka.

“kalau memang demikian tolong berikan saya meja dan kursi, setelah dipersiapkan, lalu duduklah ia di atasnya, tiba-tiba ia berkata kepada hadirin “ sesungguhnya zatku adalah zatnya ayahku, dan saya memiliki ilmu yang dimiliki oleh ayahu”

Serentak jamaah yang hadir terheran-heran akan ucapan Mustafa kecil tersebut, sambil berkata kepadanya menegaskan, wahai anakku benarkah yang engkau katakan?. 

Tanpa menjawab kemudian Mustafa memulai membuka pengajian sebagaimana yang diajarkan oleh sang ayah seperti ilmu hadist, ta`wil, mereka pun makin terpukau dengan umurnya yang masih belia, namun telah memiliki kemampun bak ulama besar. Sebagian dari sya’ir nya yang masyhur adalah :

Ma kullu ilmin yustafadu dirosatuhu * la siyaman ilmuna az zahru al wahbiyyu

“Tidaklah semua ilmu hanya bisa dicari dengan mempelajarinya, namun ilmuku adalah pemberian dari sang maha mengetahui”.
(Dari Kiri, Dr Kasransyah, Ahmadi MH, Dr Lilik Indaryani, Dr Makmun Syar'i, Dr Abnan Pancasila Wati, Fauzi Abd Rahman MH)
Saat ujian Tesis IAIN Samarinda

Komentar

Postingan Populer